Oleh: Hj. Muthmainnah, MA
A. Hadis Mimpi Bertemu Nabi saw. (Ru’yah
al-Nabi)
-حَدَّثَنَا
أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْعَتَكِىُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -
يَعْنِى ابْنَ زَيْدٍ - حَدَّثَنَا أَيُّوبُ وَهِشَامٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَآنِى
فِى الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِى ». رواه
مسلم و الترمذي و ابن ماجه.
[1] وفى رواية
الدارمي : (لا يتمثل مثلي)[2]
-حدثنا
محمد بن رمح . أنبأنا الليث بن سعد عن أبي الزبير عن جابر عن رسول الله صلى الله
عليه و سلم أنه : قال ( من رآني في المنام فقد رآني . إنه لا ينبغي
للشيطان أن يتمثل في صورتي ) رواه مسلم و ابن ماجه[3]
-حدثنا عبدان
أخبرنا عبد الله عن يونس عن الزهري حدثني أبو سلمة أن أبا هريرة قال : سمعت النبي
صلى الله عليه و سلم يقول ( من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ولا يتمثل
الشيطان بي ) رواه البخاري[4]
-حدثنا علي بن
محمد . حدثنا وكيع عن سفيان عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبد الله عن النبي صلى
الله عليه و سلم : قال ( من رآني في المنام فقد رآني في اليقظة فإن الشيطان لا
يتمثل على صورتي ) رواه ابن ماجه[5]
-حَدَّثَنِى
أَبُو الطَّاهِرِ وَحَرْمَلَةُ قَالاَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى
يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ حَدَّثَنِى أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ )مَنْ رَآنِى
فِى الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ أَوْ لَكَأَنَّمَا رَآنِى فِى
الْيَقَظَةِ لاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى(
رواه
مسلم و أبو داود[6].
-حدثنا
محمد بن يحيى . حدثنا سليمان بن عبد الرحمن الدمشقي . حدثنا سعدان بن يحيى بن صالح
اللخمي . حدثنا صدقة بن أبي عمران عن عون بن أبي جحيفة عن أبيه عن رسول الله صلى
الله عليه و سلم قال ( من رآني في المنام فكأنما
رآني في اليقظة . إن الشيطان لا بستطيع أن يتمثل بي ) رواه ابن ماجه[8]
-أخبرنا
أبو محمد بن المصفى ثنا محمد بن حرب عن الزبيدي عن الزهري عن أبي سلمة عن أبي
قتادة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : )من رآني في المنام فقد رأى الحق(
رواه الدارمي [9] وفي
رواية البخاري و مسلم : (من رآني فقد رأى الحق([10]
B.
Penjelasan
مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَقَدْ
رَآنِى فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِى
Menurut al-Baqillani, makna “melihatku” (Rasulullah)
dalam hadis di atas adalah benar adanya, bukan mimpi kosong, juga bukan
penyerupaan-penyerupaan dari syetan.[11]
Menurut Imam
al-Ghazali, makna sabda Nabi فَقَدْ
رَآنِى maksudnya bukan berarti seseorang akan melihat jasadnya
atau badannya, melainkan seseorang akan melihat perumpamaan dari makna yang
terkandung dalam mimpi tersebut.[12]
Namun, banyak kaum sufi yang berkeyakinan bahwa seseorang
dapat bertemu Nabi secara langsung, meskipun Nabi Muhammad saw. telah wafat
empat belas abad yang silam. Keyakinan kaum sufi yang seperti ini berdasarkan
hadis riwayat al-Bukhari dari Abû Hurairah:
من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ولا يتمثل الشيطان بي
“Siapa yang melihatku saat mimpi, maka ia akan
melihatku dalam keadaan sadar. Dan syetan tidak dapat menyerupai diriku.”
Menurut
penafsiran kaum sufi, hadis di atas jelas sekali menunjukkan bahwa Nabi
Muhammad saw. masih hidup dan bisa ditemui secara langsung oleh kaum sufi.
Apalagi jika didahului mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., maka bisa
dipastikan orang yang mimpi tersebut akan mengalami pertemuan langsung dengan
Nabi Muhammad saw. Munculnya penafsiran
ini, menurut kaum sufi karena dalam hadis terdapat kata يقظة
yang berarti “bertemu secara langsung”. Oleh karena itu, banyak kaum sufi
yang mengklaim pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. secara langsung dan
mendapatkan wirid-wirid tertentu, kitab, ilmu, bahkan diantara mereka ada yang
menyatakan bahwa seluruh ucapannya bersumber dari mulut Nabi Muhammad saw. Para
sufi yang mengklaim pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. antara lain adalah
al-Tijânî, Abû Hasan al-Syâdzilî, Ibnu ‘Arabi, Muhammad al-Suhaimi, dan
lain-lain.[13]
Untuk
dapat menafsirkan hadis riwayat al-Bukhari
di atas, perlu diperhatikan apakah ada hadis-hadis lain yang membicarakan tema
yang sama. Jika ternyata ditemukan adanya riwayat lain, maka tidak boleh
mengabaikan riwayat-riwayat tersebut. Karena seperti halnya ayat al-Qur’an
antara yang satu dengan yang lain bisa saling menafsirkan, dalam hadis Nabi pun
berlaku kaidah demikian, yakni antara satu riwayat dengan riwayat lainnya dapat
saling menafsirkan.[14]
Untuk menjawab pertanyaan bisakah
seseorang bertemu langsung dengan Nabi Muhammad saw., ada riwayat lain yang
perlu diteliti dan merupakan kunci untuk memahami hadis mimpi bertemu Nabi
Muhammad saw., yaitu sebuah hadis riwayat Muslim dan Abû Dâwûd melalui jalur
Abû Hurairah ra. Berikut teks hadis tersebut:
مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ
فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ أَوْ لَكَأَنَّمَا رَآنِى فِى الْيَقَظَةِ لاَ
يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى
“Siapa
yang melihatku saat mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar atau
seakan-akan ia telah melihatku. Dan syetan tidak bisa menyerupai diriku.”
Baik
riwayat al-Bukhari maupun riwayat Muslim dan Abû Dâwûd, keduanya sama-sama
melalui jalur Abû Hurairah. Namun riwayat al-Bukhari nampaknya mempunyai arti
yang umum. Riwayat seperti ini membutuhkan riwayat lain untuk menafsirkannya.
Tanpa didukung riwayat lain yang semakna, maka akan sulit untuk menafsirkannya.
Bahkan bisa keliru menafsirkannya dan merusak makna yang sebenarnya dari hadis
tersebut.
Sementara
riwayat Muslim dan Abû Dâwûd nampaknya mempunyai arti yang lebih khusus. Maka
tepat sekali jika riwayat Muslim dan Abû Dâwûd tersebut dijadikan sebagai
penafsir dari riwayat al-Bukhari. Dengan demikian, makna hadis مَنْ
رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ (Siapa yang
bermimpi melihatku, maka ia akan melihatku secara nyata), tidak seperti
pemahaman kaum sufi selama ini yakni benar-benar bertemu langsung dengan Nabi
Muhammad saw., tapi hanya merupakan sebuah pengandaian saja. Kata kunci untuk
menafsirkan hadis tersebut adalah lafazh لَكَأَنَّمَا yang berarti suatu pangandaian. Jika
kedua riwayat tersebut digabungkan, maka hadis itu bermakna Siapa yang
bermimpi melihatku, maka seakan-akan ia telah bertemu langsung denganku.
Untuk mengetahui penafsiran hadis tersebut
secara luas, di sini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama ahli hadis.
Menurut al-Nawawi, maksud lafazh فسيراني
في اليقظة
mengandung tiga pengertian, yaitu:
1.
Bagi orang-orang yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw.
namun tidak sempat berhijrah, lalu orang tersebut bermimpi melihat Nabi
Muhammad saw. maka Allah akan memberikan taufiq-Nya kepada mereka sehingga bisa
bertemu Nabi Muhammad saw.;
2.
Akan bertemu Nabi Muhammad saw. di akhirat sebagai
pembenaran mimpinya, karena di akhirat setiap umat Nabi Muhammad saw. baik yang
pernah bertemu maupun belu, akan mengalami pertemuan langsung dengan beliau;
3.
Melihat Nabi di akhirat secara dekat dan mendapat
syafa’atnya.[15]
Menurut
Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, penafsiran terhadap hadis mimpi bertemu Nabi yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dibagi menjadi enam pendapat, yaitu:
1.
Hadis tersebut harus dipahami secara perumpamaan (tasybîh),
karena diperkuat dengan riwayat lain yang redaksi lafazhnya menunjukkan arti
perumpamaan (لَكَأَنَّمَا).
2.
Orang yang mimpi bertemu Nabi akan melihat kebenaran,
baik secara nyata maupun hanya ta’bir saja.
3.
Hadis tersebut dikhususkan kepada orang-orang yang
sezaman dengan Nabi Muhammad saw. dan bagi orang yang beriman kepada Nabi yang
belum sempat melihatnya.
4.
Bahwa orang mimpi tersebut akan melihat Nabi, seperti
ketika bercermin, namun hal tersebut sangat mustahil.
5.
Maknanya bahwa ia akan melihat Nabi Muhammad saw. pada
hari kiamat dan tidak dikhususkan bagi mereka yang telah mimpi bertemu dengan
Nabi saja.
6.
Orang yang mimpi melihat Nabi, ia akan melihatnya secara
nyata. Namun pendapat ini masih diperdebatkan.[16]
Sementara
itu menurut Yûsuf al-Qardhawi, pengertian hadis mimpi bertemu Nabi dengan
berbagai riwayatnya menunjukkan bahwa Allah memuliakan Nabi-Nya dan memuliakan
umat-Nya dengan mencegah syetan untuk menampakkan dirinya dalam sosok Nabi
Muhammad saw. di dalam mimpi. Tujuannya agar syetan tidak mempunyai peluang
untuk berdusta dengan lisan Nabi-Nya dan tidak bisa menyesatkan umat manusia. Meskipun Allah telah memberikan kesanggupan kepada syetan untuk merubah dirinya
dalam sosok apa saja yang diinginkannya,
tapi untuk menjelma seperti sosok Nabi Muhammad saw. syetan tidak sanggup
melakukannnya. Oleh karena itu, siapa saja yang melihat Nabi Muhammad saw.
dalam mimpinya, maka orang tersebut sungguh-sungguh telah melihat Nabi Muhammad saw.
dengan benar atau ia telah melihat kebenaran, sebagaimana dijelaskan dalam
hadis. Dan mimpi melihat Nabi Muhammad saw. tidaklah dikategorikan sebagai mimpi
yang kosong dari makna, dan juga bukan dari godaan syetan.[17]
Berdasarkan penafsiran para ulama di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa seseorang dapat bertemu secara
langsung dengan Nabi Muhammad saw. bukan berasal dari hadis yang shahih, tetapi
merupakan penafsiran kaum sufi. Banyaknya
kaum sufi yang mengklaim pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. seakan-akan
dapat dijadikan dalil kebenaran penafsiran tersebut. Sedangkan untuk
membuktikan kebenaran mimpi bertemu dengan Nabi, langkah yang harus ditempuh
adalah dengan menanyakan kepada orang yang bermimpi tentang sifat Nabi yang
ditemuinya itu. Jika cocok dengan sifat yang telah diterangkan dalam
riwayat-riwayat, maka orang tersebut benar-benar telah melihat Nabi dalam
mimpinya. Sebaliknya, jika tidak sesuai maka orang tersebut telah bermimpi. Hal
seperti inilah yang dilakukan oleh ahli tafsir mimpi, Ibnu Sirin, sebagaimana
dituturkan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni:
إذا قص عليه رجل أنه رأى النبي صلى الله عليه و سلم قال صف لي الذي
رأيته فان وصف له صفة لا يعرفها قال لم تره [18]
“Jika
seseorang berkata kepada Ibnu Sirrin bahwa ia telah mimpi melihat Nabi Muhammad
saw., maka ia akan bertanya kepadanya: ‘Jelaskanlah sifat orang yang kamu lihat
(mimpikan) itu kepadaku’. Maka jika orang yang bermimpi tersebut mengisahkan
kepadanya denga sifat yang tidak diketahui oleh Ibnu Sirin, maka Ibnu Sirin
berkata: ‘Kamu tidak melihat Nabi Muhammad saw. dalam mimpimu’.”
DAFTAR PUSTAKA
Abû Dâwûd Sulaimân bin al-Asy’ats al-sijistâni. Sunan Abî Dâwûd. Beirut:
Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, t.th.
Ahmad bin Hanbal. Musnad
Ahmad bin Hanbal. Kairo: Mu’assasah Qurthubah, t.th.
Al-‘Asqalâni, Ahmad bin ‘Alî bin Hajar. Fath al-Bârî
Syarh Shahîh al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Al-Bukhârî, Muhammad bin Isma’il Abû ‘Abdillah. Shahîh
al-Bukhârî. Beirut: Dâr Ibnu Katsîr, 1407 H/ 1987 M.
Al-Dârimî, ‘Abdurrahmân Abû Muhammad. Sunan al-Dârimî.
Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, 1407 H.
Ibnu Mâjah al-Qazwînî, Abû ‘Abdillah Muhammad bin Yazîd. Sunan Ibnu
Mâjah. Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.
Ibrahim,
Ahmad Syauqi. Misteri Tidur: Menyingkap Keajaiban di balik Kematian
Kecil.
Terj. Faishal Hakim Halimi. Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2007.
Muslim bin al-Hajjâj
al-Naisaburi. Sahîh Muslim. Beirut: Dâr
al-Jîl, 1374 H.
Al-Nawâwi, Abû Zakariyyâ Yahyâ bin Syaraf. Shahîh
Muslim bi Syarh al-Nawâwî. Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâtsal-‘Arabi, 1392 H.
Al-Qardhawi, Yûsuf. Sikap Islam terhadap Ilham, Kasyf,
Mimpi, Jimat Perdukunan, dan Jampi. Terj. Hermansyah. Jakarta: Bina
Tsaqafah, 1997.
Sya’roni,
Usman. Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.
Al-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Îsâ. Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dâr Ihyâ’
al-Turâts al-‘Arabi, t.th.
[1] Muslim bin al-Hajjâj
al-Naisaburi, Sahîh Muslim (Beirut: Dâr
al-Jîl, 1374 H), Juz 7, Kitab al-Ru’yâ, Bab 2-Qaul al-Nabi Man Ra’ânî
fi al-Manâm faqad Ra’anî, hadis no. 6056, h. 54. Hadis ini juga terdapat
dalam Muhammad bin ‘Îsâ al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi,
(Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.th), Juz 4, Kitab al-Ru’yâ,
Bab 4-Mâ Jâ’a fî Qaul al-Nabî Shallallâh ‘alaihi wa Sallam: Man Ra’ânî fi
al-Manâm faqad Ra’anî, Hadis no. 2276, h.
535; Abû ‘Abdillah Muhammad bin Yazîd bin Mâjah al-Qazwînî, Sunan Ibnu Mâjah
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Juz 2, Kitab Ta’bîr al-Ru’yâ, Bab 2- Ru’yah
al-Nabi Shallallâh ‘alaihi wa Sallam fî al-Manâm, Hadis no. 3901, 3903,
3905, h. 1284-1285.
[2]
‘Abdurrahmân Abû Muhammad al-Dârimî, Sunan al-Dârimî (Beirut: Dâr
al-Kitâb al-‘Arabi, 1407 H), Juz 2, Bâb fî Ru’yah al-Nabi fî al-Manâm,
no. Hadis 2139, h. 166.
[3] Muslim, Sahîh
Muslim, no. Hadis 6060;
Muhammad bin Yazîd Abû ‘Abdillah al-Qazwînî, Sunan Ibnu Mâjah, no.
Hadis 3902.
[4] Muhammad
bin Isma’il Abû ‘Abdillah al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî (Beirut: Dâr Ibnu
Katsîr, 1407 H/ 1987 M), Juz 6, Kitab al-Ta’bîr, Bab 10-Man Ra’a
al-Nabi Shallallallah ‘alaihi wa sallam fî al-Manâm, no.hadis 6592, h. 2567.
[5]
Muhammad bin Yazîd Abû ‘Abdillah al-Qazwînî, Sunan Ibnu Mâjah, no. hadis
3900.
[6] Muslim, Sahîh
Muslim, no. Hadis 6057. Hadis ini terdapat juga
dalam Abû Dâwûd Sulaimân bin al-Asy’ats al-sijistâni, Sunan Abî Dâwûd (Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, t.th), Juz 4, Kitab
al-Adab, Bab 96- Mâ Jâ’a fî al-Ru’yâ, no. hadis 5025, h. 464.
[7] Ahmad bin Hanbal, Musnad
Ahmad bin Hanbal (Kairo: Mu’assasah Qurthubah, t.th), Juz 5, Hadis Abî
Qatâdah r.a., h. 306.
[8]
Muhammad bin Yazîd Abû ‘Abdillah al-Qazwînî, Sunan Ibnu Mâjah, no. hadis
3904.
[11] Ahmad Syauqi Ibrahim, Misteri
Tidur: Menyingkap Keajaiban di balik Kematian Kecil. Terj. Faishal Hakim
Halimi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 183.
[13] Untuk lebih
jelasnya lihat Usman
Sya’roni, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008), h. 69-86.
[14] Ibid., h. 118.
[15] Abû
Zakariyyâ Yahyâ bin Syaraf al-Nawâwi, Shahîh Muslim bi Syarh al-Nawâwî (Beirut:
Dâr Ihyâ’ al-Turâtsal-‘Arabi, 1392 H), Juz 15, h. 26.
[16] Ahmad
bin ‘Alî bin Hajar al-‘Asqalâni, Fath al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhâri (Beirut:
Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), Juz 12, h. 385.
[17] Yûsuf al-Qardhawi, Sikap Islam
terhadap Ilham, Kasyf, Mimpi, Jimat Perdukunan, dan Jampi. Terj. Hermansyah
(Jakarta: Bina Tsaqafah, 1997),
h. 173-174.
[18] Ibnu Hajar al-‘Asqalâni, Fath
al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhâri, Juz 12, h. 384.
alhamdulillah mmg benar rasullullah hadir dalam keadaan cahaya yg terang disekeliling jasadnya.Sy tidur tapi cubit pipi terasa sakit macam sedar..rumah sy wangi setelah peristiwa itu..Tidak bercakap melainkn ada suara yg lain mengenalkan dia Jibril
BalasHapusAssalamualaikum...
BalasHapusJika bermimpi sdg duduk bersama dgn rasulullah tetapi dlm mimpi itu kita tdk dapat melihat jasadnya sama sekali, beliau juga tdk berbicara walau satu kata pun..tapi hanya keyakinan dlm hati saya saja yg mengatakan bahwa yg duduk bersama saya dlm mimpi itu adalah Rasulullah...lalu apakah itu benar2 rasulullah atau hanya tipu daya syetan...?
Trima kasih atas pencerahannya...walaikumsalam..wr..wb...
Izinkanlah saya menulis / menebar sejumlah doa, semoga Allaah SWT mengabulkan. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘alamiin.
BalasHapusLebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga Allaah SWT selalu mencurahkan kasih sayang kepada KAUM MUSLIM : yang hidup maupun yang mati, di dunia maupun di akhirat. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
Asyhaduu anlaa ilaaha illallaah wa asyhaduu anna muhammadarrasuulullaah
A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin,
Ihdinashirratal mustaqiim,
Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim waladhaaliin
Aamiin
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, hamdan yuwaafi ni’amahu, wa yukafi mazidahu, ya rabbana lakal hamdu. Kama yanbaghi lii jalaali wajhika, wa ‘azhiimi sulthaanika.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik, ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ikhwaanihii minal anbiyaa-i wal mursaliin, wa azwaajihim wa aalihim wa dzurriyyaatihim wa ash-haabihim wa ummatihim ajma’iin.
ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHAZAA INI RAHMATIKA YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.
RABBI INNII LIMAA ANZALTA ILAYYA MIN KHAIRIN FAQIIR.
Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a’yuniw, waj’alna lil muttaqiina imaamaa.
Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa.
Ya Allaah, tetapkanlah kami selamanya menjadi Muslim.
Ya Allaah, percepatlah kebangkitan KAUM MUSLIM. Pulihkanlah kejayaan KAUM MUSLIM, Lindungilah KAUM MUSLIM dari kesesatan dan berilah KAUM MUSLIM tempat mulia di akhirat.
Allaahumma innaa nas’aluka salaamatan fiddiini waddun-yaa wal akhirati wa ’aafiyatan fil jasadi wa ziyaadatan fil ‘ilmi wabarakatan firrizqi wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. Allahuma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indal hisaab.
Allaahumma inna nas aluka husnul khaatimah wa na’uudzubika min suu ul khaatimah.
Allaahuma inna nas’aluka ridhaka waljannata wana’uudzubika min shakhkhatika wannaar.
Allaahummadfa’ ‘annal balaa-a walwabaa-a walfahsyaa-a wasy-syadaa-ida walmihana maa zhahara minhaa wamaa bathana min baladinaa haadzaa khaash-shataw wamin buldaanil muslimuuna ‘aammah.
Allaahumma ashlih lanaa diinanal ladzii huwa ‘ishmatu amrina Wa ashlih lanaa dun-yaanal latii fii haa ma’asyunaa. Wa ashlih lanaa aakhiratanal latii ilaihaa ma’aadunaa. Waj’alil hayaata ziyadatan lanaa fii kulli khairin. Waj’alil mauta raahatan lanaa min kulli syarrin.
YA ALLAAH, IZINKANLAH SEGALA NAMA DAN GELAR SAYYIDINA WA NABIYYINA WA MAULAANAA MUHAMMAD SHALLALLAAHU’ALAIHI WA AALIHI WA SHABIHI WA UMMATIHI WA BARAKA WAS SALLAM MEWUJUDKAN BERKAH KE SEANTERO SEMESTA – KHUSUSNYA BAGI KAMI, KELUARGA KAMI DAN KAUM MUSLIM.
YA ALLAAH, IZINKANLAH PULA KAMI MERAIH BERKAH-MU MELALUI PERANTARAAN BERBAGAI TULISAN DALAM SITUS INI.
—— doa khusus untuk PARA NABI, PARA KELUARGANYA, PARA SAHABATNYA, SEMUA YANG BERJASA PADA (PARA) NABI, PARA SALAF AL-SHAALIH, PARA SYUHADA, PARA WALI, PARA HABAIB, PARA IMAM, PARA ULAMA DAN SEMUA YANG BERJASA PADA ISLAM, SERTA SEMUA MUSLIM SALEH YANG (TELAH) WAFAT. Semoga Allaah selalu mencurahkan kasih sayang kepada mereka.
ALLAAHUMMAGHFIRLAHUM WARHAMHUM WA’AAFIHIM WA’FU ‘ANHUM
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHUM WA LAA TAFTINNAA BA’DAHUM WAGHFIRLANAA WALAHUM
———————
Rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaabannaar wa adkhilnal jannata ma’al abraar.
Rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii’ul aliimu wa tub’alainaa innaka antattawwaaburrahiim. Washshalallaahu ‘alaa sayyidinaa wa nabiyyinaa wa maulaanaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka wassallam.
HASBUNALLAAH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR.
Subhana rabbika rabbil ‘izzati, ‘amma yasifuuna wa salamun ‘alal anbiyaa-i wal mursaliin, walhamdulillahirabbil ‘aalamiin.
Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
Indra Ganie – Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
Aminnn
BalasHapus